Rabu, 08 Juli 2009

SNA (1 Mei-7 Juli): Selamat utk SBY


Sejak bulan April, saya sudah mulai memonitor pesta demokrasi kita dengan dua metode; Social Network Analysis (SNA) dan Word Frequency Analysis (WFA). Sebenarnya, kami sudah melakukan analisa SNA ini sejak pilpres 2004.

Untuk teman-teman yang pernah membaca artikel-artikel saya sebelumnya, saya tidak perlu mengulang posisi saya bahwa secara matematis, pemenang pilpres harus berada di tengah-tengah peta SNA. Silahkan bandingkan antara peta SNA 2004 dan peta SNA selama kampanye pilpres 2009.

Dari kaca mata SNA, SBY akan memenangkan pilpres hari ini. Dari kaca mata yag sama, ada kemungkinan yang cukup besar bahwa akan ada putaran kedua.

Kalau tidak keberatan, hari ini, saya tidak ingin memberikan penjelasan detail tentang kedua SNA ini karena hari ini kita akan mengadakan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin kita. Pemimpin kita ini akan terpilih melalui proses pertarungan politik yang tidak sempurna. Proses yang penuh kekurangan ini penuh pertanyaan dan pelajaran yang akan membuat Demokrasi ini sendiri, -suatu saat nanti- menjadi proses yang sempurna.

Hari ini, saya akan memilih pemimpin yang tidak sempurna ini karena saya ingin anak saya memilih dalam proses yang sempurna 15 tahun lagi. Saya memilih untuk itu. Salah atau benar.

Teman2, selamat memilih.

Cartaidem

Jumat, 26 Juni 2009

Tulisan ini saya buka dengan statement empiris. Untuk menang, seorang Capres harus berada di tengah peta SNA. Titik.

Saya berani berkata demikian karena, peta Social Network Analysis (SNA) yang pernah kami buat satu bulan sebelum pilpres 2004 dan menggunakan lebih dari 70,000 artikel dari 110 media menunjukan posisi SBY pada saat itu sangat dominan dan ditengah peta SNA saat itu. Padahal saat itu megawati adalah incumbent.

Yang juga terlihat di SNA 2004, JK sebagai pendamping SBY memiliki posisi sedikit lebih kesamping berdampingan dengan SBY. Di peta SNA 2004 tersebut, cawapresnya Wiranto dan Megawati tidak terlihat sama sekali. Mereka tidak signifikan dalam peta SNA 2004 tersebut sehingga SBY adalah satu-satunya capres yang memiliki kawan dalam pertempuran di 2004.

Marti kita lihat SNA 10 hari terakhir.

Saya sengaja membuat dua SNA kali ini. Yeng pertama dari tanggal 16 Juni sampai 20 Juni sedangkan yang kedua untuk lima hari terakhir. SNA yang pertama menunjukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang belum pernah terlihat sejak pertama kali SNA pilpres ini kami buat di bulan April. Didalam SNA yang pertama ini, gambar JK lebih besar dari gambar SBY! Ini merubah sesuatu yang sifatnya sudah konstant untuk SNA pilpres yang kami buat setiap minggu sejak bulan April.

Kenapa ini signifikan? Karena jika gambar JK lebih besar dari gambar SBY, artinya untuk pertama kalinya JK di peta SNA 2009 ini memiliki "Degree of Influence" yang lebih besar dari SBY. Dengan kata lain, ada pergerakan signifikan dari pemetaan isu politik selama 5 hari yang membuat JK lebih signifikan dari SBY.

Satu hal yang membuat ini signifikan untuk saya adalah trend. Sama juga dengan survey politik, SNA harus dilihat dari dimensi waktu juga. Bukan hanya bentuk SNA atau nilai survey seorang Capres yang penting. Trendnya yang harus diawasi. Faktanya selama lebih dari satu bulan, SBY selalu ada di posisi yang sama; di tengah dan dominan (gambarnya lebih besar) di tengah peta SNA. Jika tiba-tiba dalam satu periode, JK menunjukan pergerakan kearah yang benar, tentu saja ini menunjukan trend yang positif untuk JK.

Sayangnya untuk 5 hari pertama, JK hanya meningkat secara influence tapi tidak secara centrality. Maksud saya, dalam lima hari pertama ini, gambar JK membesar tetapi posisinya di SNA tetap berada disamping dan SBY tetap di tengah.

Tetapi ini berubah untuk SNA kedua atau SNA 5 hari terakhir. Untuk pertama kalinya Posisi JK mulai bergerak ke tengah. Bandingkan posisi JK di SNA pertama dan SNA yang kedua. Dengan sangat jelas, Gambar JK bergerak ke tengah dengan adanya isu-isu disebelah kanan atas JK.

Sejak bulan April, tidak pernah posisi JK itu bergerak ke tengah seperti terlihat di SNA yang kedua. Sekali lagi, trend.

Salah satu efek langsung yang bersangkutan dengan pergerakan JK ini adalah terjadinya penambahan jarak antara SBY dan Cawapresnya Boediono di SNA yang kedua jika dibandingkan dengan SNA yang pertama. "Perpisahan" ini adalah signal adanya sedikit "defensive position" oleh tim SBY-Boediono yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Kembali lagi saya akan mengatakan trend adalah alasan mengapa penambahan jarak ini signifikan. Selama ini, tim sukses SBY-Boediono telah berhasil mendominasi SNA dengan pemetaan isu yang dilakukan dengan sangat kalkulatif melalui koordinasi yang ketat. Pemisahan seperti yang terlihat di SNA kedua ini menunjukan sedikit kepanikan sistemik yang mengharuskan SBY dan cawapresnya melakukan hal yang berbeda dari sebulan sebelumnya.

Apa sih yang menyebabkan gebrakan JK didalam 10 hari terakhir yang berbeda dengan sebulan sebelumnya? Jawaban saya dari kaca mata SNA; Debat putaran satu.

Debat yang sangat membosankan itu membuat orang lupa akan kharisma SBY besok paginya. Yang dibicarakan akhirnya adalah substansi dari topik-topik yang diangkat secara membosankan dalam debat tersebut. Dan kalau kita bicara substansi, secara frekuensi dan variasi, JK memiliki kelebihan dari SBY. Setidaknya JK berhasil mengangkat isu-isu jawaranya dalam debat mereka yang kemudian diasung sebagai topik pembicaraan di 110 media selama 10 hari.

Jika "assumption of causality" dari debat yang berdampak positif ke JK ini benar, tentu saja ini akan menjadi kabar gembira untuk tim sukses JK. Sayangnya, perkembangan positif inipun hadir dengan satu berita buruk untuk JK: He is out of time. Memang betul gambar JK bertambah besar dan posisinya mulai bergerak ke tengah. Namun pergerakan ini adalah suatu momentum yang memerlukan waktu lebih dari 10 hari untuk mencapai nilai optimum.

Jika dalam sepuluh hari kedepan, posisi JK tidak bersebelahan dengan SBY, ini berarti JK tidak berhasil mendongkrak elektibilitasnya. Tim SBY "defense position" bahkan bisa dialihkan menjadi serangan-serangan substansial ke tim JK-Win dalam 10 hari kedepan yang mengembalikan dominasi SBY sebelum 10 hari terakhir. Ini sangat mungkin.

Disisi lain, jika tim JK-Win dapat mengkoordinasikan pesan-pesan politik mereka 10 hari kedepan dengan menggunakan rambu-rambu SNA ini sebagai skala prioritas pemetaan isu, bukan tidak mungkin elektabilitas JK akan meningkat.

Apakah hal ini akan cukup membawa JK ke pintu kemenangan 8 Juli nanti? No. Menurut saya, kemungkinan terbaik untuk JK-Wiranto adalah masuk keputaran kedua. Peta SNA kedua dan semua isunya adalah momentum untuk JK yang harus dioptimalkan. Semua isu disitu adalah golden opportunity untuk sepuluh hari terakhir. Tim sukses JK harus menggerakan seluruh jajarannya untuk memastikan JK berada di tengah di SNA minggu depan.

Untuk menang, seorang Capres harus berada di tengah Peta SNA. Titik. Mampukan JK bergerak ketengah dalam 10 hari kedepan?

Jika minggu depan posisi JK berada di tengah peta SNA bersebelahan dangan SBY, saya berani menggaransi bahwa akan ada putaran kedua. Dan jika hal itu terjadi, saya akan mengusulkan tim sukses JK-Win merubah slogan kampanye mereka dari "Lebih Cepat Lebih Baik" menjadi "Pelan tapi Pasti".

Cartaidem

PS: Untuk tim Megawati: Let Prabowo do his job intensely and aggresively. It is your best chance... menurut SNA loh..

Rabu, 24 Juni 2009

SNA debat cawapres- dua jendral vs satu ekonom


Tadi malam terjadi penyerangan substansial oleh dua jendral ke satu ekonom yang (terlalu) kalem. Setidaknya, itulah yang dapat saya simpulkan dari peta SNA jhasil debat cawapres tadi malam.

Kata-kata yang memiliki korelasi tinggi dengan ketiga Cawapres ini menurut saya terjadi karena secara substansial Prabowo dan Wiranto berhasil mengangkat isu-isu yang secara matematis bernilai negatif untuk pihak SBY-Boediono.

Disisi lain, Boediono bukan SBY sehingga posisinya tidak memiliki nilai dominasi yang tinggi seperti SBY yang selalu duduk ditengah peta SNA yang kami buat.

Coba lihat area yang didalam lingkaran biru. Ini adalah isu-isu yang memiliki korelasi tinggi untuk Boediono-Wiranto-Prabowo, Boediono-Wiranto, dan Boediono-Prabowo. Hampir semua isu yang terlihat didalam SNA ini melibatkan Boediono. Dengan posisi Boediono yang berada disamping dan besarnya gambar yang sama Wiranto dan Prabowo, dapat disimpulkan bahwa debat tadi malam dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Wiranto.

Satu hal lagi, isu yang memiliki korelasi tinggi dengan Prabowo-Wiranto hanya tiga kata saja; "Bursa", "BEI" dan "Chinese". Hanya tiga. Itupun bukan isu yang merugikan kedua pihak. Bahkan tanpa melihat lebih dalam tentang ketiga kata tersebut, saya mengasumsikan bahwa ketiga kata tersebutpun tetap merugikan pihak Boediono-SBY. Dengan kata lain, ini adalah penyerangan substansi Prabowo-Wiranto yang tidak dijawab oleh Boediono.

Kalau saja SNA ini mengambarkan tiga Capres, dengan confidence level yang sangat tinggi, saya bisa bilang bahwa saya tidak dapat memprediksikan siapa yang memiliki posisi advantage untuk menang. Ini dikarenakan pada intinya ketiga pemain ini memiliki posisi yang hampir sama. Semua disamping dan tidak ada yang lebih dominan dibanding pemain lainnya. Sayangya SNA ini tidak memiliki kekuatan untuk menentukan siapa pasangan yang lebih kuat karena tentu saja tanggal 8 July nanti, kita semua akan berpartisipasi dalam pilpres, bukan pilcawapres.

Kalau kata keponakan saya,"Nggak penting kaleee" :)

Cartaidem.

Selasa, 16 Juni 2009

SNA 7 hari terakhir- pengeroyokan & dominasi SBY


Tiga hari yang lalu, SBY mengatakan bahwa dirinya seperti dikeroyok dan sebagai seorang "kesatria", dia tidak akan membalas. Lanjutkan! :)

Memang, melalui SNA yang kita telah buat dua minggu lalu, terlihat adanya pembagian tugas (sengaja atau tidak) antara keempat Capres-cawapres yang bersaing dengan SBY. But that's not the whole story..

Dalam peta Social Network Analysis (SNA), seorang tokoh yang berada ditengah memiliki Degree of Centrality yang tinggi. Bahkan dalam konteks lain, bisa juga disebut dengan Degree of Influence yang tinggi. Bayangkan setiap garis yang menyambungkan satu isu dengan sang tokoh seperti karet yang menarik si tokoh ke posisi tertentu. Jiika sang tokoh banyak berbicara tentang isu-isu yang berada di atas kanan, dengan senidirinya sang tokoh akan tertarik ke lokasi yang sama. Posisi SBY yang berada di tengah peta SNA yag diatas menunjukan bahwa SBY berada di posisi yang balance dimana dia menguasai hampir semua isu yang ditulis selama 7 hari terakhir. Posisi ini tidak dimiliki oleh siapapun kecuali SBY untuk saat ini.

Satu hal lagi. Kalau teman-teman ingat dua minggu lalu, Boediono memiliki gambar yang lebih besar dari pada SBY. Ini mengindikasinya intensitas kampanye yang tinggi dari tim sukses untuk mengkampanyekan Boediono sebagai pilihan Cawapres yang tepat untuk SBY. Minggu ini terjadi perubahan yang signifikan antara SBY dan Boediono.

Posisi SBY jauh lebih dominan. Dari sisi SNA, ini menunjukan SBY sekarang sudah all out full frontal attack dalam berkampanye. SBY seperti pendekar yang dua minggu lalu masih bertapa, dan sekarang sudah turun gunung untuk menunjukan semua kesaktiannya.

Peta SNA yag diatas hanya menunjukan semua isu yang memiliki korelasi dengan setidaknya dua tokoh. Dengan kata lain, jika suatu isu dibicarakan hanya oleh satu tokoh dan tidak dibicarakan oleh setidaknya satu tokoh lagi, isu tersebut tidak akan terlihat dalam peta SNA yang diatas. Nah yang saya lakukan di peta SNA yang dibawah adalah menghilangkan ke lima tokoh kecuali SBY. Yang terjadi adalah semua isu yang dilontarkan, dijual dan ditulis sehubungan dengan SBY terlihat secara keseluruhan.

Dapat dilihat bagaimana sibuknya SBY dalam 7 hari terakhir dalam berkampanye, menjawab dan berjualan isu politik yang menurut tim suksesnya akan meningkatkan kualitas persepsi SBY sebagai Capres. This is dominance at its best.

Untuk saya, 7 hari terakhir adalah minggu pertama dimana SBY melemparkan semua isu, menjawab lawan politik, menyerang musuh politiknya secara semantis, pragmatis, implisit, eksplisit dan isit isit liannya.

Kalau saya tim suksenya SBY, saya akan memonitor dominasi ini. Jangan sampai (mohon maaf) terjadi premature ejaculation. Dominasi di level ini sangat sulit dipertahankan selama dua puluh hari kedepan. Bahkan kalau terlalu berlebihan, bisa menimbulkan efek L4 atau loe-lagi-loe-lagi untuk media. Wartawanpun juga manusia yang akan merasa bosan dengan headline yang sama setiap harinya.

Kalau saya tim sukses Jk-Win atau Mega-Pro, saya akan memastikan peningkatan efisiensi dalam pengeroyokan yang memang telah terjadi. Saya akan memfokuskan ke peta SNA yang dibawah dan mempelajari semua isu yang berkorelasi tinggi dengan SBY. Mohon diingat bahwa setiap isu yang memiliki garis dengan SBY menunjukan skala prioritas dan setiap isu in HARUS dijawab oleh salah satu dari empat capres dan cawapres ini. Ini adaah suatu proses yang memelukan pendekatan empiris dan pragmatis. Isu apa saja yang harus dijawab? Siapa yang harus menjawab? Dengan media apa menjawabnya? Kapan?

Nah ini bukan hal yang mudah, tetapi dengan waktu sesingkat ini, metode isu versus isu ini adalah satu-satunya jalan untuk mendorong posisi SBY untuk lebih kesamping. Pertanyaannya, dapatkah kedua tim sukses ini berkoordinasi sedemikian rupa?

Kenapa berada di tengah peta SNA itu penting? Mungkin kita bisa mundur ke 2004 untuk menjawabnya. Berdasarkan 70,217 artikel yang ditulis selama durasi kampanye di 2004, pemenang pemilu saat itu (SBY) memiliki posisi yang dominan di tengah peta SNA, sama dengan posisi incumbent pada saat itu (Megawati).

Jadi, berdasarkan temuan matematika SNA 2004 ini, saya dapat menyimpulkan bahwa jika seorang capres berada di tengah peta SNA, dia belum tentu menang karena Mega toh juga berada di tengah peta SNA 2004. Tapi, jika seorang Capres tidak berada di tengah peta SNA, dia tidak akan menang.

Ini bukan prediksi loh. Hanya kalkulasi mbah SNA yang notabene hanya mengerti kode binari 10001001010010 :)

Cartaidem

Kamis, 11 Juni 2009

Pemain baru ajang pilpres '09- Manohara dan Prita


Didalam Social Network Analysis (SNA) untuk pilpres berdasarkan semua artikel 7 hari terakhir di 110 media, saya menemukan sesuatu yang cukup lucu. Dua nama pemain baru terlihat disini. Meraka adalah Manohara dan Prita.

Secara matematis, proses SNA ini menggambarkan dua hal, frekuensi dan korelasi antar pemain (si lingkaran merah). Secara logika, setiap minggu saya melihat analisa ini dan sudah terbiasa melihat tokoh-tokoh politik keluar di dalam peta SNA itu.

Untuk SNA kali ini, saya membuang semua isu dan hanya menampilkan "spokes person" saja. Artinya nama-nama yang tampil disini hanya nama yang banyak berbicara dan/atau dibicarakan dalam 7 hari terakhir ini di dalam artikel dimana para Capres dan Cawapres ditulis. Sekali lagi , garis menunjukan korelasi antar pemain.

Walaupun secara intuisi memang kita semua sudah tahu, tapi untuk saya sebagai seorang analis, nama Manohara dan Prita untuk terlihat dalam peta SNA pilpres ini seperti menggambarkan tendensi tunggang berita dari para Capres kita yang terhormat. Pada akhirnya media exposure adalah senjata paling ampuh dimata para Capres dan tim sukesnya. Jadi tentu saja isu hot seperti Manohara dan Prita akan menjadi tunggangan yang tok cer...

Saya pribadi sangat bersyukur bu Prita mendapatkan support dari kita semua dan sayapun bersyukur Manohara sudah bisa pulang ke tanah air. Nah sekarang mungkin saya harus juga bersyukur bahwa para Capres kita mendapat tunggangan berita yang bisa digunakan bersama-sama untu minggu ini.

Cartaidem

Kamis, 04 Juni 2009

Penjelasan SNA- peta isu pilpres 7 hari terakhir


Saya mendapatkan beberapa email dari teman-teman yang meminta saya menjelaskan arti analisa SNA berebentuk landak ini. Mohon maaf, bukannya saya males, tapi memang metode SNA atau proses visual analytics seperti ini dapat memberikan multi interpertasi. Jadi terus terang, interpertasi saya belum tentu yang paling benar. Namun demikian, saya akan coba memberikan opini saya dari sisi matematis SNA ini supaya temen-temen yang ngambek dikasih landak tanpa penjelasan bisa sedikit senyum :)

1. Yang paling signifikan untuk saya adalah posisi SBY-Boediono yang berada ditengah dan saling berdekatan. Dalam proses analisa otomasi komputer SNA seperti ini, posisi ditengah artinya mereka memiliki "degre of influence" yang terbesar secara matematis. Posisi ditengah artinya isu-isu yang dilontarkan di seluruh media itu dikuasai atau memiliki korelasi dengan SBY dan Boediono.

2. Fakta bahwa posisi mereka berdua berdekatan artinya pesan politik yang disampaikan oleh mereka berdua memiliki banyak kesamaan. Dari satu sisi, saya menginterpertasikan bahwa pesan-pesan Politik SBY-Bodiono memiliki koordinasi yang sangat kuat sehingga mereka berdua berbicara hal yang sama dengan frekuensi yang berbeda. Ini tanda satu kampanye yang sangat organized.

3. Dari sisi lain, posisi mereka yang berdekatan bisa saja menunjukan suatu signal overconfidence dari perencana kampanye mereka. Coba lihat JK-Win dan Mega-Pro yang mengambil posisi "bagi tugas" dalam kampanye. Bagi tugas mereka sedemikian rupa sehingga posisi JK lebih dekat ke Megawati dan posisi Wiranto lebih dekat ke Prabowo. Ini artinya kedua pasangan ini memutuskan untuk berbagi tugas dalam pesan-pesan kampanye mereka di media.

4. Ini pun menarik untuk saya. Bagi tugas dalam isu menunjukan bahwa si pasangan kompenten didalam hal-hal yang berbeda, setidaknya dalam berkampanye di media. Salah atau benar strategi ini, kita lihat Juli tanggal 8 nanti.

5. Mengapa lingkaran Boediono lebih besar dari SBY? Lingkaran lebih besar artinya Boediono memiliki lebih banyak korelasi dengan isu-isu dibandingkan SBY. Awalnya ini tidak masuk akal untuk saya sampai saya menunjukan peta landak ini kepada seorang teman yang kebetulan ada didalam tim SBY-Boediono. Ini jawabannya, "Ini masuk akal sekali karena menurut kita SBY itu tidak perlu dijual lagi. Dia sudah menjual. Kita sekarang harus menjual Boediono sebagai pilihan cawapres yang tepat. Dengan begitu, kita akan mengkampanyekan Boediono secara agresif untuk memastikan bahwa publik menerima pasangan ini dan pilihan Boediono tidak menurunkan elektibilitas SBY." Jawaban teman saya ini memuaskan saya karena fakta bahwa lingkaran Boediono lebih besar dari SBY jadi masuk akal.

6. Kembali lagi ke "pemisahan tugas" antara JK-WIN dan Mega-Pro dalam SNA ini. Opini saya yang ini mungkin terlalu konspiratif. Tapi apa boleh buat saya akan sebutkan juga disini. What if? Saya ulang lagi, What if? Untuk saya pemecahan posisi antara JK-WIN dan Mega-Pro di SNA ini terlalu cantik. Bayangkan dua jendral ada disatu sisi dan dua capres ada disisi kanan. Menurut saya, kalau ada komunikasi antara tim dari dua pasangan ini, saya percaya pembagian tugas pesan kampanye ini jadinya empat orang yang barbagi tugas. Secara matematis SNA, isu dan garis itu seperti karet yang menarik si pemain (lingkaran merah) ke posisi masing-masing. Posisi seseorang di kiri bawah artinya dia banyak menyuarakan isu-isu yang terposisikan di kiri bawah. Demikian juga sebaliknya. Nah dengan begitu, gambar SNA ini benar-benar seperti empat orang yang mengepung dua orang yang ditengah. Apakah ini mungkin? Saya rasa sih tidak. Tapi who knows?

7. Point yang terakhir. Seperti tulisan-tulisan saya sebelumnya, SNA ini dapat memberikan banyak interpertasi. Jadi kalau teman-teman melihat sesuatu yang saya tidak lihat, saya juga ingin tahu. Terima kasih atas email-email ngambeknya :)

Cartaidem

PS: Berhubung otak kita lebih berfungsi dalam bentuk visual (katanya loh), saya rubah lingkaran-lingkaran merah ini dengan foto tokoh-tokoh politik yang bersangkutan.

Rabu, 03 Juni 2009

SNA- peta isu pilpres 7 hari terakhir


Dengan dimulainya kampanye pilpres '09, para kandidat dan tim suksesnya gencar "mendorong" berita-berita yang menguntungkan capres yang mereka dukung.

Melalui proses Social Network Analysis (SNA) dari 110 media cetak dan online di Indonesia, pemetaan isu dan para pemain ini bisa dilampirkan dalam satu gambar yang mirip landak ini.

Adanya garis antara pemain dan isu, seperti "Boediono" dan "Neolib" menunjukan tendensi korelasi antara isu tersebut dan si pemain. Garis itu hanya menunjukan korelasi, bukan "positif/negatif". Jadi interpertasi dan intuisi politik anda harus digunakan ketika membaca SNA ini.

Walaupun cukup ribet dari sisi gambar, saya rasa metode ini tetap lebih mudah dibandingkan membaca semua artikel tentang pilpres di 110 media, 7 hari terakhir. Iya kan? :)

Cartaidem

Jumat, 29 Mei 2009

Jilbab dan Politik 5 hari terakhir

Saya tadi pagi iseng. Dari database 110 media cetak dan online yang kita miliki, saya "extract" semua artikel dimana kata-kata "Jilbab" ditulis 5 hari terakhir (25 May-29 May). Saya hanya penasaran ingin tahu kata-kata apa yang punya frekuensi tinggi didalam artikel-artikel dimana kata-kata "Jilbab" juga ditulis.

Agak sulit menganalisa WFA (Words Frequency Analysis) ini tanpa menjurus kearah yang berbau konspiratif. Berhubung saya ini hanya pemulung data, mungkin kali ini saya tidak akan membuat analisa. Hanya memberikan data WFA yang menunjukan 20 kata-kata yang paling banyak dipergunakan didalam artikel dimana kata-kata Jilbab di tulis.

Selamat berinterpertasi :)

Cartaidem

Rabu, 27 Mei 2009

JK+Mega VS SBY- Frekuensi kata-kata (WFA) 24 jam terakhir.


Jika di analisa dengan benar, memang pada akhirnya data yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang masif secara kuantitatif bisa menunujukan sesuatu yang sangat obvious. Data Words Frequency Analysis (WFA) yang ini ditarik dari 1121 artikel dari 110 media cetak dan online Indonesia 24 jam terakhir (26 May-27 May).

WFA ini berisi 10 kata-kata yang paling sering digunakan oleh masing-masing capres atau yang tertulis di media tentang capres tersebut. Dua hal yang bisa disimpulkan dari WFA kali ini adalah:

1. EKONOMI BUNG! Bisa dilihat bagaimana kata-kata EKONOMI memiliki frekuensi yang cukup dominan untuk setiap capres. Masuk akal saya rasa karena toh kita sedang tertimpa krisis ekonomi.

2. DUA LAWAN SATU- Yang lebih menarik adalah bahwa WFA milik Mega dan JK dua-duanya menunjukan bahwa kata SBY adalah kata yang paling dominan di WFA mereka. Di sisi lain, WFA milik SBY sama sekali tidak menunjukan JK atau Mega sebagai kata-kata yang masuk kedalam kategori frekuensi tinggi. Bahkan kata-kata Mega sama sekali tidak ada di WFA-nya SBY. Interesting and maybe obvious as well..

Ada interpertasi lain?

Cartaidem

Senin, 25 Mei 2009

Tiga Capres selama bulan April- Si Yakin, si Bingung dan si Kaget

Dengan data yang komprehensif, wordle.net dapat menjadi suatu alat pembantu yang cukup canggih. Jika kita memasukan 100 artikel, wordle akan menghitung berapa kali frequensi penggunaan semua kata-kata yang ada di artikel tersebut.

Nah, kami mengggunakan worlde.net dengan hampir 2000 artikel yang ditulis di 110 media cetak dan online Indonesia selama bulan April lalu untuk mencari perbedaan (atau persamaan) antara ketiga Capres selama proses pembentukan koalisi kemarin terjadi.

Dari proses worlde ini, ada beberapa hal yang sangat masuk akal. Pertama, kata-kata "Partai", "Koalisi" dan nama Partai mereka masing masing menjadi kata-kata yang dominan bagi masing-masing Capres.

Tapi kalau kita lihat lagi ada beberapa hal yang menjadi sesuatu yang menarik untuk disimak. Pertama, kenapa kata-kata "Kalla" di wordlenya SBY jauh lebih kecil dibandingkan kata-kata "SBY" di worldenya Kalla? Seorang ahli politik melihat hasil wordle ini menyimpulkan bahwa selama bulan April, SBY sebenarnya sudah pasti tidak akan memilih Kalla sebagai pasangannya. Padahal, kalau kita ingat, saat itu tim SBY masih menggembar-gemborkan kemungkinan Kalla menjadi pasangan beliau.

Sebaliknya, wordle untuk Kalla menunjukan itikad beliau untuk tetap berpasangan dengan SBY.

Wordle milik Megawati punya cerita sendiri. Perhatikan bagaimana wordle milik Megawati itu memiliki variasi kata-kata yang jauh lebih banyak dibandingkan worlde milik SBY dan JK. Mungkin fakta bahwa pasangan Mega-Pro terbentuk di saat-saat terkhir tercermin di dalam worlde-nya Megawati yang menunjukan tujuan yang masih sangat variatif. Terlalu variatif untuk seseorang yang akan menjadi Capres.

Apakah teman2 melihat perbedaan signifikan lainya diantara wordle ketiga capres kita ini?

Cartaidem

Jumat, 22 Mei 2009

Peta negosiasi koalisi April 2009- dagang sapi atau idelogi?

Dari 110 media masa, kami menarik semua artikel di bulan April kemarin dan membuat semacam "peta politik"dari semua tokoh politik untuk melihat kondisi pertemanan, permusuhan dan negosiasi koalisi yang terjadi antara tokoh-tokoh politik di negri ini. Hasilnya cukup menarik walaupun hanya dengan metode muda yang biasa disebut sebagai "co-occurance" dalam social network analysis.

Silahkan perhatikan lebih dalam? Siapa teman, siapa lawan didalam politik akhirnya hanyalah kondisi relatif dan pragmatis bukan normatif...

Cartaidem

Rabu, 08 April 2009

SNA Partai-Partai Peserta Pemilu 2009

Terus terang, setelah kami melakukan SNA untuk masing-masing Partai, temuan yang paling signifikan untuk kami adalah fakta bahwa hampir semua Partai menggunakan kata-kata sama dalam memposisikan dirinya. Ini cukup membingungkan untuk kita-kita pemilih. Secara normatif, jika dunia politik ini dalah dunia periklanan, maka dapat dibayangkan kalau slogan Teh Botol juga digunakan oleh Coca-Cola, Pepsi, Frestea, Fanta dan lain lain. Hasilnya tentu saja akan membuat konsumen cukup bingung.

Kami merasa, kondisi pesan Partai-Partai saat ini sama seperti contoh tersebut diatas. Kalau semua partai menggunkan kata-kata konseptual seperti "Rakyat", "Politik" dan "Daerah"sebagai pesan inti, maka bagaimana kita-kita dapat membedakan mereka?

Secara matematis, perbedaan antara Partai hanya akan dapat terlihat dari sisi relative positioning dan bukan absolute positioning. Karena itu, kami melakukan Social network analysis (SNA) dengan beberapa partai ungtuk melihat perbdaan relatif tadi. Hasilnya ya gambar diatas.

Semakin besar ukuran lingkaran dengan nama Partai, semakin besar Degree Of Influence yang dimiliki partai tersebut setidaknya dalam konteks media. Kembali lagi, adanya garis tebal berarti ada korelasi tinggi antara kata-kata tersebut dengan si Partai.

Posisi kedekatan antara Partai juga menunjukan kesamaan mereka bukan dari idelogi tapi dari kata-kata yang mereka gunakan di media. Jangan kaget kalau ada Partai yan secara ideologi terpisah tapi memiliki posisi kedekatan di SNA ini.

Kesimpulan kami dari gambar diatas juga tidak jauh dari sebelumnya:
1. Untuk Partai, walaupun ada perbedaan realtif antara satu dan lainnya, pada dasarnya tidak ada perbedaan signifikan yang menunjukan pesan-pesan politik yang unik dari satu atau dua Partai.
2. PKS adalah satu-satunya Partai yang memilki positioning tersendiri dibanding partai lainnya. Artinya mereka benar-benar memiliki SOP dalam konteks kampanye sehingga menimbulkan single positioning dimension. Ini dapat dilihat dari posisi SNA PKS yang berada di posisi sendiri di sebelah kiri.
3. PDIP secara degree of influence (besar kecilnya lingkaran) adalah satu-satunya Partai yang dapat menandingi PKS dalam distribusi pesan mereka.
4. Posisi Gokar dan Demokrat sebagai partai Dwi Tunggal SBY-JK, walau dekat, tidak memiliki kesamaan dalam pesan politik mereka sehingga ada pemisahan didalam penempatan lingkaran mereka oleh komputer SNA.
5. Kecilnya lingkaran Gerindra walau dengan iklan terbesar menunjukan bahwa pesan politik yang tersapaikan di media lebih kuat ke Prabowo dibandingkan ke Partainya.

SNA ini menggunkan hampir 1 juta artikel dari 150 media cetak dan media online. Jika seluruh kata-kata di SNA ini kita hapus, maka yang terlihat adalah posisi relatif setiap partai dibandingkan partai-partai lainnya. Semakin dekat posisi mereka, semakin "sama" pesan-pesan poilitin mereka. Demikian juga sebaliknya. Besar kecilnya lingkaran, menunjukan nilai keberhasilan mereka dalam memberikan pesan politik mereka untuk media.

SNA Partai-partai tanpa kata-kata terlihat seperti dibawah ini:

SNA PKS

SNA Partai yang satu ini secara matematis memiliki penyebaran korelasi dangan kata-kata yang mencakup banyak hal yang bisa dianggap sebagai isu utama dalam kampanye 2009.

Untuk kami yang menganalisa data dari ratusan ribu artikel, penyebaran ini menjadi sesuatu temuan yang signifikan. Apapun kubu politik anda, satu hal yang dapat kami sampaikan dari SNA PKS ini adalah mereka adalah satu-satunya Partai yang bergerak, berbicara dan berkampanye dengan kalkusi dalam dan komprehensif.

Accidetal distribution atau penyebaran kata-kata yang tidak strategis akan sangat mudah terjadi dalam konteks SNA yang menggunakan ratusan ribu artikel apa lagi kita bicara Partai yang memiliki banyak corong suara. Sebaliknya, jika kata-kata dengan korelasi tinggi dibawah ini dapat membentuk suatu pemikiran strategis, artinya si Partai benar-benar kalkulatif dalam pergerakan mereka.

Tentu saja, ada yang akan beropini bahwa jika seseorang sangat kalkulatif dalam bergerak, maka ada kemungkinan orang itu tidak genuine. Kami jelas tidak mungkin memberikan kesimpulan itu disini. Di dunia kami, kesimpulan seperti itu di definisikan sebagai fallacy of causality. Namun, itu sah-sah saja untuk setiap orang yang akan mencontreng tanggal 9 nanti.

SNA Demokrat

SNA Demokrat sebagai Partai yang saat ini berkuasa, setidaknya di kursi Presiden menunjukan suatu posisi yang bisa dibilang sebagai parameter defense.

Ini SNA Partai pertama yang kami lihat dimana secara jalas terbentuk korelasi tinggi dengan nama banyak pemain yang notabene bisa dianggap sebagai lawan politik SBY. Secara matematis, artinya Partai demokrat sangat merata dalam memberikan response kepada semua statement lawan-lawan politiknya SBY.

Kecuali Gerindra yang memiliki korelasi tinggi dengan nama Wiranto yang bisa dianggap mush utama Prabowo, SNA Demokrta memilki korelasi tinggi bukan hanya dengan SBY, tapi juga Megawati, Kalla, Wiranto dan bahkan Gus (dari Gus Dur).

Sekali lagi, tingginya korelasi bukan berarti Partai Demokrat membicarakan lawan politik SBY secara positif. Bahkan sebaliknya, dapat diasumsikan secara mudah bahwa lawan-lawan politik yang dianggap bisa menggagu posisi SBY mendapatkan response yang cukup keras dari Partai Demokrat.

SNA PDIP

Sepertinya jika kita terus fokus kepada tiga kata-kata tertinggi, maka bisa dibilang semua Partai menyuarakan hal yang sama. "Politik", "Rakyat" dan "Daerah". Dengan kata lain, tidak ada point of differentiation antara partai-partai yang bisa memberikan kita petunjuk yang membedakan mereka.

Namun, jika kita masuk ke area diluar tiga kata-kata tertinggi tersebut, mulai terlihat banyak perbedaan.

PDIP sebagai partai oposisi, misalnya, adalah Partai Pertama yang terlihat memiliki korelasi tinggi dengan kata-kata "masalah", "harga", "KPK" terlihat lebih dominan dibanding Partai-partai yang kami tunjukan sebelumnya. Ini masuk akal, karena PDIP akan menunjukan problematika sistimatis pemerintah saat ini dengan menyuarakan kelemahan-kelemahan termasuk kasus korus dan harga-harga.

Selasa, 07 April 2009

SNA Golkar

Ini adalah Partai ketiga yang kita analisa. Dan terus terang suatu pattern mulai keluar dari banyak SNA partai. Esensinya, mereka menggunakan kata-kata yang bisa dibilang sama dalam menjelaskan posisi mereka.

Kata-kata "Rakyat", "Politik" dan "Daerah" lagi-lagi mendomnasi SNA Golkar. TIga kata-kata ini adalah kumpulan kata-kata normatif dalam berkampanye. Yang disayangkan, kalau semua partai menggunkan kata-kata yang sama dalam berkampanye, yang bingung ya jelas rakyat karena tidak akan bisa membedakan satu partai dan lainnya.

Golkar, juga terlihat jelas mengusung Ketua Umumnya dalam berkampanye. terlihat dengan adaanya kata-kata "Kalla" dalam barisan kata yang memiliki korelasi tinggi dengan Partai ini.


SNA Gerindra

SNA yang di bentuk dari lebih dari 100 ribu artikel dari 150 media cetak ini menunjukan suatu gambar yang cukup menarik. Yang paling menarik untuk kami adalah nama "Wiranto" terlihat sebagai satu nama yang memiliki korelasi lebih besar dari nama "Parabowo". Nama Prabowo sendiri tidak terlihat sebagai nama yang dianggap oleh mesin SNA sebagai nama yang memiliki korelasi tinggi. Aneh? menurut kami yang orang awam, sangat aneh.

Setelah kami lakukan pengecekan lebih dalam dengan artikel-artikel yang menjadi basis SNA ini, terlihat ada gap antara kampanye Gerindra dan kampanye Parbowo sebagai Capres dari Partai berlambang garuda ini.

Secara matematis Gap ini menunujukan fokus kampanye Prabowo sebagai Capres lebih kuat dibandingkan kampanye Gerindra sebagai Partai. Dengan demikian, di dalam SNA dimana Gerindra -bukan Prabowo- sebagai fokus utama, nama Prabowo sendiri tidak terlihat sebagai "kata" yang signifikan. Apakah ini sesuatu yang disengaja atau tidak, hanya tim Pak Prabowo yang tahu.

Perlu diingat nilai korelasi secara matematika jangan disamakan dengan frequency atau jumlah kata-kata.

Empat kata-kata yang memiliki korelasi paling tinggi di SNA Gerindra ini adalah:
1. Rakyat
2. Politik
3. Demokrasi
4. Daerah

Di dalam SNA untuk Partai Gerindra ini, ada juga dua kata-kata yang memilki korelasi tinggi walaupun bukan yang tertinggi. Kata-kata tersebut adalah:
1. Ulama
2. HAM

Kembali lagi, kami tidak merasa kompeten untuk memberikan analisa politik sehubungan dengan Partai Gerindra dari dua kata tersebut diatas. Silahkan berpendapat...

Cartaidem

SNA Hanura

Social network Analysis (SNA) berdasarkan lebih dari 100 ribu artikel dari 150 media cetak dimana Partai Hanura disebutkan. SNA menunjukan skala prioritas Partai Hanura atau "main content" dari posisi Partai Hanura.




Tiga kata-kata yang memiliki korelasi paling tinggi di dalam perhitungan SNA untuk Partai Hanura adalah:
1. Wiranto
2. Rakyat
3. Politik

Yang juga menarik, ada dua kata-kata yang memiliki korelasi cukup tinggi walaupun bukan yang tertinggi si SNA Partai Hanura ini:
1. HAM
2. Daerah.

Apa artinya? Silahkan menginterpertasikan dengan hati nurani anda sendiri...

Cartaidem

Social network Analysis (SNA)- An Introduction

Social Network Analysis atau SNA adalah suatu metodologi yang dipelopori oleh Harrison White di Universitas Harvard di Amerika tahun 1970an. Popularitas metode ini melonjak akhir-akhir ini dengan peningkatan kemampuan "data capture" di bidang Teknologi Informasi. Jangan tertipu dengan nama canggih seperti Social network analysis. Konsepnya sebenarnya mudah. Coba lihat gambar diatas. Tanpa harus menjadi ahli SNA, kita dengan mudah akan tahu skala prioritas dari orang yang sedang melompat ketakutan itu (sebut saja Joni). Kalau Joni berteriak-teriak dan dalam teriakannya itu dia menggunakan 120 kata-kata, kita dapat mencari tahu kata-kata apa yang memiliki korelasi tinggi dengan Joni saat itu dengan menggunakan metoda SNA. Tebal tipisnya garis yang menghubungkan Joni dengan kata-kata digambar atas menunjukkan tingkat korelasi antara Joni dan kata-kata tersebut, semakin tebal garisnya menunjukan korelasi yang semakin tinggi.

Esensinya, Joni sedang ketakutan karena garis tebalnya berhubung dengan kata-kata: "Takut", "Lari" dan "Awas". Di sisi lain, kata-kata "tenang", "aman", "senang" memiliki korelasi rendah dengan Joni karena garis penghubungnya kecil. Dengan kata lain, kalau kita mau ngobrol sama Joni, mungkin sebaiknya menunggu dia Gampang kan?

Apa hubungan dengan politik? Bayangkan jika kita mengumpulkan ratusan ribu artikel yang memuat jutaan kata di seluruh Media yang ada di Indonesia. Lalu kita lihat satu persatu artikel dimana didalamnya ada tulisan mengenai satu partai politik, Golkar misalnya. Dengan metode SNA, semua artikel-artikel itu dapat menjadi basis untuk mengetahui skala prioritas Partai Gokar. Syaratnya, harus artikel dari semua media cetak dan bukan hanya dari satu media saja. Jika hal ini dilakukan dengan dalam jangka waktu yang mencukupi, maka kita tahu skala prioritas Golkar dengan mudah tanpa harus membaca 100 ribu artikel.

Itu lah SNA.

Cartadiem

Senin, 06 April 2009

Inspirasi kami

Welcome bloggers!

Kalau mau jujur, di blog ini nggak ada ide yang original. Kita ini pemulung data dan pemulung ilmu. Inspirasi utama kami adalah website yang bernama neoformix.com. Banyak analisa yang kita lakukan juga menggunakan tool gratis dari wordle.net. Jadi esensi paling dalam, kita ini adalah komunitas manusia tanpa ide original tapi ingin ikut kontribusi karena pada akhirnya kita pun bingung mau pilih siapa.

Dari rasa bingung dan keinginan kuat untuk tidak bergabung dengan Partai Golput, kami nekad mengumpulkan semua data tentang dunia politik dari media dan melakukan analisa matematis. Bahasa kerennya text mining dan visual analytics. Sebisa mungkin, kami tidak mmeberikan interpertasi diluar dari hasil analisa itu sendiri. Jadi kamu-kamu yang ahli politik, jika mau memberikan sumbangan opini dalam konteks politik, silahkan please monggo mangga.

Gambar dibawah ini yang kami ambil dari Neoformix.com adalah contoh bentuk-bentuk analisa yang akan kami lakukan mulai hari ini. Gambar ini menunjukan perbandingan pilihan kata-kata Obama dan McCain dalam pidato mereka di konvensi partainya masing-masing. Yang pasti ada perbedaan yang cukup signifikan sehingga seorang pemilih dapat mengeri skala prioritas masing-masing kandidat.


Jika kita menempatkan 100 orang diruangan yang sama untuk memberikan interpertasi dari gambar diatas, maka ada kemungkinan akan ada 100 opini yang berbeda. Tentu saja kita semua tahu Obama yang menang. Nah, pertanyaannya sekarang jadi seperti ini; Jika kita mengumpulkan data yang sama untuk pilpres 2009 di Indonesia, apakah kita bisa tahu siapa yang akan menang? Maybe. Maybe yes, maybe no.

Only time will tell...

Cartaidem